Potret - Dilema Pengrajin Tahu

Siapa tak kenal tahu, makanan segala kalangan berbahan kedelai. Tahu putih bertekstur lembut, atau tahu coklat yang telah digoreng menghiasi meja makan dari warteg hingga restoran berbintang

Dibalik rasa tahu yang membuat kangen para penggemarnya, tersimpan peluh para perajin tahu yang hidupnya tergantung pada harga kedelai impor. Produksi terkadang terhenti, terganjal kenaikan harga makanan rakyat yang bahannya kini diimpor. “Kalau harga kedelai naik...kita repot,”ujar perajin tahu di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta.



Satu-satunya yang membuat mereka bertahan adalah perputaran uang yang diperoleh dari hasil penjualan cash and carry kepada para konsumen. Salah satunya, pedagang tahu petis yang membutuhkan tahu produksi dalam jumlah banyak.



Di tengah kondisi ekonomi yang semakin berat, pengrajin tahu berusaha realistis menjalankan usahanya. Kalau ia tak mampu membayar dan membuat pabrik sampai berhenti produksi, bukan hanya  pengrajin tahu saja yang repot. Tapi para penyuka tahu pun harus rela memburu produk olahan kedelai ini dengan harga tinggi, seperti saat para perajin mogok produksi beberapa waktu lalu.


Dilema Pengrajin Tahu
Foto : Priyo Widiyanto

0 komentar:

Posting Komentar

Semua komentar dimoderasi. Maaf jika komentar tidak ditampilkan atau dibalas.